Jumat, 03 Februari 2012

Yaumul Hisab Semakin Dekat

Oleh: Yopan Fauzi Nasrulloh

اِقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ
“Telah dekat kepada manusia perhitungan amalan mereka. Sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (Q.S. Al-Anbiya` [21]: 1)


Yaumul Hisab
yaitu hari perhitungan amal bagi seluruh manusia yang semakin dekat waktunya. Pada hari itu segala amal manusia akan diperhitungkan dengan sangat teliti karena yang menghisab adalah Allah Yang Mahateliti atas segala amal manusia.
       Hari hisab itu pasti datang walaupun banyak manusia yang meragukannya bahkan tidak memercayainya, karena sudah menjadi keputusan Allah Yang Mahakuasa. Tidak ada seorang pun yang bisa merubah kepusan Allah swt..
       Empat belas abad yang lalu, al-Quran menjelaskan bahwa waktu datangnya hari hisab sudah dekat. Jika saat itu dinyatakan waktunya sudah dekat, berarti sekarang semakin dekat. Dan, nyatanya tidaklah hari berganti, kecuali bertambah kedekatan kepada hari hisab. Tetapi, manusia menyikapinya dengan sikap yang berbeda. Ada yang iman dan ada yang kufur.

Iman kepada Hari Hisab
       Percaya dan yakin akan adanya hari hisab merupakan bagian dari rukun iman yang enam. Oleh karena itu, tidak sempurna iman jika salah satunya tidak ada. Bahkan dipastikan akan jatuh kepada kekafiran jika seseorang tidak mengimani salah satu saja rukun iman.
       Bagi yang percaya dan yakin terhadap hari hisab (perhitungan amal), ada beberapa faedah yang bisa dirasakan. Antara lain:
       Pertama, mengurangi angan-angan duniawi atau lamunan yang tidak berguna. Dengan demikian waktu akan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Waktu akan diisi dengan tafakur dan tadabur. Waktu akan dihiasi dengan ucapan dan tindakan yang sesuai aturan Allah swt.. Dalam arti lain, waktu hanya dimanfaatkan untuk melipatgandakan amal shalih, yang tentunya untuk kemaslahtan dunia dan akhirat. Allah  swt. Berfirman:
اَلَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, sambil duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, Engkau tidak menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”. (Q.S. Ali Imran [3]: 191).
       Kedua, menimbulkan kesadaran, bahwa dirinya adalah manusia biasa, makhluk yang tidak lepas dari kekurangan, kekeliruan dan kealfaan. Karena itu, ia akan berusaha untuk membersihkan diri dari kotoran-kotoran dosa dengan selalu ber-istighfar (memohon ampun) dari segala kesalahan dan kekhilafan yang telah dilakukannya, dan akan selalu beramal dengan apik dan teliti, penuh perhitungan karena khawatir amalnya tidak diterima sebagai amal yang maqbul (amal yang diterima).
       Ketiga, tidak cenderung kepada dunia, yakni  tidak menjadikan dunia sebagai tujuan akhir dari hidupnya. Dunia hanya dimanfaatkan dan dijadikan sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Pangkat dan harta tidak menjadikan dirinya takabbur (sombong). Usahanya tidak mengakibatkan lalai dari dzikrullāh (mengingat Allah). Dengan demikian ia tidak binasa oleh dunia.
       Allah swt. berfirman:
رِجَالٌ لاَ تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةً وَ لاَ بَيْعٌ عَنِ ذِكْرِ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَوةِ يَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَ الأَبْصَارُ. لِيَجْزِيَهُمُ اللهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوْا وَيَزِيْدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas”. (QS An-Nur [24]: 37-38).

Akibat Kufur terhadap Hari Hisab
       Pertama, panjang angan-angan duniawi, hidup terombang-ambing dalam khayalan, malas untuk berbuat baik, waktu dan kesempatan untuk berbuat baik terbuang percuma. Sementara itu waktu terus berjalan tanpa menunggu, usia bertambah tua, kekuatan berkurang, akhirnya mati dalam kehampaan dan di akhirat penuh dengan penyesalan.
       Kedua, tidak takut melakukan dosa karena merasa tidak akan dipertanggungjawabkan dari segala amalnya. Setiap tindakan tidak lagi diperhitungkan benar dan salahnya. Agama dianggap penghalang, rasul dihinakan, akhirat didustakan. Akibatnya hidup makin jauh tersesat dalam kegelapan, diri makin penuh berlumur dosa, dan adzab Allah pun menimpanya.
       Ketiga,  penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Cinta dunia yang berlebihan melahirkan sifat tamak tehadap harta. Tamak terhadap harta melahirkan sifat bakhil, enggan memberi kepada yang lain, malah sebaliknya selalu ingin merampas dari yang lain. Akibatnya hidup saling membenci, saling mengkhianati, dan berujung saling membunuh satu sama lain. Na’ūdzdubillāh min dzālik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar