Senin, 17 Oktober 2011

Optimalisasi Peran PZU

Lembaga-lembaga zakat di Indonesia saat ini setelah diatur melalui undang-undang no. 38/1999 dapat berperan lebih optimal. LAZ bukan saja berorientasi pada dimensi mustahiq, tapi juga pada dimensi muzakki. Melalui sistem kelembagaan ini, para amilin bukan saja akan berfungsi sebagai pengumpul dan pendistribusi zakat secara konvensional, tapi juga akan berfungsi sebagai jembatan kehidupan di antara lapisan-lapisan sosial yang sering tampak sangat senjang. LAZ bukan hanya memikirkan pola pendistribusian yang cenderung konsumtif, tapi juga akan memasuki wilayah pemberdayaan para mustahiq secara lebih produktif.


Dalam upaya menurunkan angka kemiskinan yang sekaligus juga merupakan tuntutan agama, sistem dan manajemen zakat haruslah diperhatikan. Zakat memiliki dua dimensi yaitu dimensi ubudiyah dan dimensi sosial bertujuan untuk merentangkan keadilan dan keseimbangan dalam masyarakat serta menutup sumber-sumber kemiskinan secara sistematis.

Agar kontribusi lembaga zakat terhadap upaya penanggulangan dan pengurangan kemiskinan lebih nyata, maka perlu menata tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga zakat yang jumlahnya cukup besar dan tersebar di seruluh Indonesia. Secara khusus LAZ Persis (PZU) tingkat pusat dan daerah perlu memfokuskan program yang bersifat strategis seperti program pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan

Pelaksanaan kewajiban zakat bagi umat Islam di kalangan jamaah Persis telah berlangsung cukup lama, sehingga secara statistik dapat dianalisis adanya kemajuan dari tahun ke tahun. Pengelolaan zakat lain di luar zakat fitrah masih belum memperlihatkan gambaran yang sebanding dengan kenyataan sosial ekonomi masyarakat muslim. Jika dapat dikelola secara efektif, potensi zakat ini akan memberikan gambaran kekayaan umat yang sangat besar. Sayangnya, mekanisme pemanfaatan potensi harta umat yang cukup besar ini, umumnya, masih dilakukan secara konvensional dan konsumtif. Hampir tidak ada hasil yang lebih bersifat produktif khususnya untuk membangun masyarakat dalam jangka panjang.

Sudah cukup lama, pengelolaan perzakatan Persis secara operasional dilakukan oleh PZU  sesuai perundang-undangan yaitu terhitung sejak terbitnya SK Pengukuhan Menteri Agama RI No. 552 tahun 2001, akan tetapi pelaksanaan pengelolaan sesuai prinsip-prinsip dasar manajemen organisasi pengelolaan zakat baru dimulai pada bulan Januari 2003 dan berjalan sampai tahun 2009 belum optimal, sehingga penataan struktur organisasi, administrasi, dan tatalaksana serta operasionalisasinya mesti harus ditingkatkan ke arah yang lebih ideal.

Lemahnya kelembagaan zakat dan pemahaman konsep zakat yang belum memadai merupakan aspek saling interaksi yang menyebabkan rendahnya kesadaran umat menunaikan zakat. Dan dalam batas tertentu juga dipengaruhi lemahnya manajemen lembaga yang ada, khususnya profesionalisme amilnya. Oleh karena itu, profesionalisme bagi sebuah lembaga amil zakat merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan merupakan sebuah kewajiban.

Secara eksternal PZU berhadapan dengan  semakin banyak lembaga zakat yang bermunculan sehingga menambah ketat kompetisi untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Persoalan sosial kemasyarakatan semakin kompleks dan berat yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang menyulitkan rakyat miskin. Masih lemahnya pemahaman dan kesadaran umat untuk membayar zakat melalui lembaga. Satu hal yang berat menjadi tantangan tersendiri bagi LAZ adalah amandemen UU no. 38 tahun 1999.

Secara Internal PZU berhadapan dengan kenyataan bahwa pemahaman anggota Persis terhadap konsep pengelolaan perzakatan secara profesional masih lemah sehingga keberadaan PZU tidak diapresiasi baik oleh kalangan internal jam'iyyah. Kualitas dan kapabilitas SDM PZU masih rendah. Sarana dan prasarana, terutama kantor PZU masih terbatas, sehingga mempersulit peluang PZU untuk bisa bersaing dengan lembaga lain. Lemahnya sistem dan prosedur manajemen di PZU, mengakibatkan lemahnya aspek manajemen kelembagaan dan manajemen amil. Kreativitas dan kualitas program-program marketing serta penghimpunan dana masih rendah dan kuantitasnya minim. Kreativitas dan kualitas program pemberdayaan masyarakat belum sepenuhnya produktif sehingga PZU belum banyak mempunyai program unggulan yang bermanfaat bagi masyarakat dan sekaligus memiliki nilai jual tinggi. Terakhir, keterlambatan dalam pembuatan laporan keuangan, lemahnya sistem akuntansi keuangan, mengakibatkan rendahnya tingkat aksesibiltas dan akuntabilitas PZU.

Oleh karena itu, diperlukan strategi optimalisasi potensi baik potensi ZIS maupun potensi SDM dan Manajemen ZIS. Di antara strategi optimalisasi itu adalah membuka Kantor Perwakilan dan Kantor Unit di berbagai kota, kabupaten, dan provinsi. Menerapkan asas-asas profesionalisme dalam manajemen kelembagaan yang meliputi berbagai aspek, seperti manajemen amil, manajemen keuangan, manajemen penghimpunan dana, dan manajemen pendayagunaan dana. Mempermudah masyarakat untuk mengakses PZU dengan menggencarkan sosialisasi, promosi, pelaporan, dan penyadaran keumatan melalui berbagai media. Membuat satu atau dua program pendayagunaan dana unggulan yang bermanfaat bagi mustahiq dan sekaligus memiliki nilai jual kepada para donatur (muzakki, munfiq dan mutashadiq).

Dengan demikian upaya PZU pada tahun 2010 diharapkan menjadi tahun peningkatan dan penguatan kelembagaan PZU. Upaya tersebut sebagai gerakan kreatif dan inovatif sekaligus memperlihatkan adanya peluang positif untuk menggali dan mengembangkan potensi zakat. (Dr. H. Ahmad Hasan Ridlwan, M.Ag, Direktur Pusat Zakat Umat)

Sumberwww.pzu.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar