Rabu, 14 November 2012

“AL-HIJROTU” – Bagian I



Oleh: Nandang Herdiana, S.Pd.I

Hijrahnya Nabi Muhammad saw..
Tatkala keputusan keji untuk membunuh Nabi saw.. telah diambil oleh kaum Quraisy, turunlah Malikat Jibril membawa wahyu Rabbnya, memberitahukan kepada beliau perihal persekongkolan kaum Quraisy tersebut dan izin Allah kepada Beliau untuk berhijrah meninggalkan Mekah. Kemudian Jibril menentukan momen hijrah tersebut seraya berkata, “Malam ini, kamu jangan berbaring di tempat tidur yang biasanya!”
       Nabi saw.. bertolak ke kediaman Abu Bakar di tengah terik matahari untuk bersama-sama menyepakati tahapan hijrah.
       Aisyah r.a. berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk di kediaman Abu Bakar pada siang hari nan terik, tiba-tiba ada seseorang berkata kepadanya, “Ini Rasulullah saw.. datang menutupi wajahnya dengan kain di waktu yang tidak biasa mendatangi kita”.
       Abu Bakar berkata, “Ayah dan ibuku sebagai tebusan untuknya. Demi Allah! Beliau tidak datang di waktu-waktu seperti ini kecuali karena ada hal penting.”
       Lalu, Nabi saw.. berkata kepada Abu Bakar, “Sesungguhnya aku telah diizinkan untuk pergi berhijrah.”
       “Engkau minta aku menemanimu, wahai Rasulullah?” tandas Rasulullah. Beliau menjawab, “Ya benar.”
       Setelah disepakati rencana hijrah tersebut, Rasulullah saw.. pulang ke rumahnya menunggu datangnya malam.

Blokade Terhadap Kediaman Rasulullah saw..
Berdasarkan hasil kesepakatan Parlemen Mekah di Daarun Nadwah, mereka memilih 11 eksekutor dari pemuka mereka untuk membunuh Nabi saw.. Ke 11 orang tersebut adalah : Abu Jahal bin Hisyam, Al Hakam bin Abil ‘Ash, “Uqbah bin Abi Mu’ith, An Nadhar bin al Harits, Umayah bin Khalaf, Zam’ah bin al Aswad, Tha’imah bin ‘Adiy, Abu Lahab, Ubay bin Khalaf, Nabih bin al Hajjaj dan Munabbih bin al Hajjaj.
Waktu persekongkolan tersebut adalah setelah pertengahan malam saat Nabi saw. keluar dari rumah. Mereka melewati malam tersebut dengan penuh kewaspadaan seraya menunggu  pukul 00.00. Akan tetapi, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Di tangan-Nya lah segala urusan langit dan bumi. Dia telah menetapkan janji yang telah difirmankannya kepada Rasulullah saw. setelah itu, yang berbunyi:
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Dan ingatlah, ketika orang-orang kafir (quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu, atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya mereka. Dan  Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS.al Anfal:30)

Rasulullah saw.. Meninggalkan Rumah
       Pada malam itu Rasulullah saw. berkata kepada ‘Ali bin Abi Thalib, “Tidurlah kamu di tempat tidurku, berselimutlah dengan burdah hijau yang berasal dari hadhramaut milikku ini. Gunakanlah untuk tidurmu, niscaya tidak ada sesuatupun dari perbuatan mereka yang tidak engkau suka akan menimpamu.”
       Sementara Rasulullah saw. berhasil keluar dan menembus barisan-barisan mereka. Beliau memungut segenggam tanah dari al-Bathha, lalu menaburkannya di atas`kepala mereka. Ketika itu Allah telah mencabut pandangan mereka sementara, sehingga tidak dapat melihat Beliau. Sedangkan Beliau membaca firman Allah:
وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لا يُبْصِرُونَ
“Dan kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat” (Q.S.Yasin [36]: 9).
       Rasulullah meninggalkan rumahnya pada malam tanggal 27 Shafar tahun 14 dari kenabian, bertepatan dengan tanggal 12/13 September tahun 622 M. Lalu menuju rumah Abu Bakar, rekan setianya dan orang yang paling beliau percayai untuk menemaninya di perjalanan. Keduanya keluar melewati pintu belakang lantas bersama-sama meninggalkan Mekah secepatnya sebelum fajar menyingsing.
       Jalan yang beliau tempuh adalah jalan yang terletak di sebelah selatan Mekah, yang menuju ke arah Yaman. Beliau menempuh jalan ini sepanjang 5 mil (± 8 km) hingga akhirnya sampai ke sebuah bukit  yang dikenal dengan bukit Tsur. Ia adalah bukit yang tinggi, jalannya terjal, sulit didaki dan banyak bebatuan. Kondisi ini membuat kaki Rasulullah saw. lecet (karena tanpa alas kaki) yang akhirnya beliau harus digendong oleh Abu Bakar ketika mencapai bukit. Dan, Abu Bakar mulai memeganginya dengan kencang hingga akhirnya sampai ke sebuah gua di puncak bukit yang kemudian  hari dikenal oleh sejarah dengan nama Gua Tsur.

Saat Keduanya Berada di Gua Tsur
       Begitu tiba di gua, Abu Bakar berkata, “Demi Allah, engkau jangan masuk terlebih dahulu sebelum aku masuk. Jika ada sesuatu di dalamnya, maka biarlah hanya aku yang mengalaminya.” Kemudian ia masuk untuk menyapunya. Dan didapatinya di sisi gua tersebut ada beberapa lubang, maka dia pun menyobek kainnya dan menyumbatnya. Tetapi masih tinggal dua lubang lagi. Lantas ditutupnya dengan menggunakan kedua kakinya.
       Kemudian dia berkata kepada Rasulullah saw., “Masuklah!” Rasulullah pun masuk dan merebahkan kepalanya di pangkuan Abu Bakar, lalu tertidur. Sementara kaki Abu Bakar yang digunakan untuk menyumbat lubang tersebut, disengat (binatang berbisa) namun dia tidak bergeming sedikit pun karena khawatir dapat membangunkan Rasulullah saw..
       Kondisi ini membuat air matanya menetes hingga membasahi wajah Rasulullah saw.. Lalu beliau berkata kepadanya, “Ada apa denganmu, wahai Abu Bakar?” Jawab Abu Bakar, “Aku telah disengat binatang berbisa, wahai Rasulullah”. Lantas`Rasulullah saw. meludah kecil ke arah bekas sengatan tersebut sehingga apa yang dirasakannya hilang sama sekali.
       Keduanya tinggal di dalam gua selama tiga malam (malam Jum’at, malam Sabtu dan malam Ahad). Sementara pada malam-malam itu, Abdullah putra Abu Bakar mendampingi mereka berdua pada malam hari.
       Abdullah anak yang cerdas dan cepat paham. Dia berjalan meninggalkan keduanya menjelang waktu subuh, sehingga pagi harinya bisa berada di Mekah bersama orang-orang Quraisy, seakan malam harinya ia menginap di Mekah.
       Semua perintah yang diintruksikan kepadanya dapat dicerna dengan baik. Lantas ia membawa berita tentang hal itu kepada mereka berdua ketika hari mulai gelap. Sementara ‘Amir bin Fuhairah (pembantu Abu Bakar), menggembalakan kambing perah untuk keduanya, dan mengistirahatkannya untuk sesaat di malam hari sehingga keduanya meminum susu dari perahan kambing tersebut.
       Kemudian ketika tiba waktu subuh, Amir bin Fuhairah menyeru kambing-kambing peliharaannya untuk pergi. Dia lakukan hal itu selama tiga malam. Setelah Abdullah bin Abu bakar pulang ke Mekah, Amir bin Fuhairah selalu menggiring kambingnya untuk mengikuti jejaknya agar terhapus.
       Sementara kaum kafir Quraisy semakin menjadi-jadi kegilaannya manakala mengetahui secara pasti pada pagi harinya bahwa Rasulullah saw. lolos dari eksekusi persekongkolan yang mereka rencanakan. Tindakan pertama yang mereka lakukan adalah memukuli Ali bin Abi Thalib, meyeretnya ke Ka’bah dan mengurungnya untuk sesaat dengan harapan mendapatkan informasi tentang perihal keduanya.
       Manakala tindakan mereka terhadap Ali bin Abi Thalib tidak membuahkan hasil, mereka menyatroni rumah Abu Bakar lalu mengetuk pintunya. Ketika itu, Asma binti Abu Bakar keluar menemui mereka, lantas mereka bertanya kepadanya, “Mana ayahmu?”.
       “Demi Allah aku tidak tahu kemana ayahku”, jawab Asma.
       Maka Abu Jahal menampar pipi Asma dengan sebuah tamparan yang mengakibatkan anting-antingnya berjatuhan.
        Di dalam sidang darurat orang-orang Quraisy memutuskan untuk menggunakan  berbagai sarana guna menangkap kedua orang tersebut. Mereka menjadikan semua jalur menuju kota Mekah dari semua penjuru di bawah pengawasan pasukan bersenjata yang super ketat.
       Selain itu mereka juga memutuskan untuk memberikan hadiah besar senilai 100 ekor unta sebagai imbalan bagi siapa saja yang dapat membawa Rasulullah saw. dan Abu Bakar ke hadapan orang-orang Quraisy, apapun kondisinya, hidup ataupun mati.
       Ketika itulah para pasukan berkuda, pejalan kaki dan pelacak jejak dengan penuh semangat melakukan pencarian dan menyebar sampai ke lereng-lereng perbukitan, lembah, dataran rendah dan tinggi, namun hal itu tidak membuahkan hasil dan manfaat. Para pelacak tersebut telah sampai pula ke mulut gua, akan tetapi Allah Mahakuasa atas urusan-Nya.
                Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas dari Abu Bakar, dia (Abu Bakar) berkata, “Aku berada di sisi Nabi saw. di gua (Thur), lalu saat aku menengadahkan kepalaku, aku dapati kaki-kaki mereka tepat di atasku. Lantas aku berkata, “Wahai Rasulullah andaikata salah seorang dari mereka menoleh ke bawah pasti dia dapat melihat kita. Beliau berkata, “Diamlah, wahai Abu Bakar! Kita memang berdua, tapi Allah-lah pihak ketiganya.”
       Kejadian tersebut merupakan mukjizat yang dianugerahkan Allah kepada Nabi-Nya untuk memuliakannya. Para pelacak tersebut akhirnya pergi padahal hanya tinggal beberapa langkah saja mereka bisa menemukan Rasulullan dan Abu Bakar.
Bersambung….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar