Rabu, 02 Oktober 2013

Inspirasi Surat al-Kautsar


Muqadimah
Begitu Rasulullah saw. menyampaikan risalah dakwahnya dan masyarakat Quraisy banyak yang terbuka hati untuk menerimanya, para pemuka Quraisy terus mencari cara agar arus dakwah Rasulullah terblokade dan tidak terestafet ke generasi setelahnya. Satu diantara manuver  kafirin Quraisy mengarah pada sisi sensitivitas Nabi sebagai manusia biasa. Nabi dibuat sakit hati, sedih, merana dan galau oleh stigma-stigma (pernyataan negatif) kafirin Quraisy. Dan, diantara stigma itu adalah Nabi disebut sebagai al-abtar.
       Beberapa lama setelah al-‘Ash bin Wa`il berbincang dengan Rasulullah, sekelompok pembesar Quraisy bertanya kepadanya, “Dengan siapa kamu berbincang?”. Ia menjawab, “Bersama orang itu yang abtar”.
       Ikrimah menjelaskan perkataan Ibnu Abbas:
كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا مَاتَ ابْنُ الرَّجُلِ قَالُوْا بُتِرَ فُلاَنٌ. فَلَمَّا مَاتَ إِبْرَاهِيْمُ ابْنُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم خَرَجَ أَبُو جَهْلٍ إِلَى أَصْحَابِهِ فَقَالَ بُتِرَ مُحَمَّدٌ
“Pada masyarakat Jahiliyah jika ada anak laki-laki meninggal, mereka mengatakan, ‘Terputus si Fulan (ayahnya)’. Lalu, ketika Ibrahim putra Nabi, meninggal dunia, keluarlah Abu Jahal menemui konco-konconya. Ia berkata, ‘Muhammad terputus’.
       Sebagai manusia biasa, Rasulullah merasa sedih dialamatkan sebutan al-abtar kepadanya. Namun, sedihnya Nabi bukan karena merasa hina memiliki anak perempuan saja. Lalu, kenapa Rasulullah saw. merasa sedih dan galau disebut al-abtar? Mari kita telaah...
       Secara etimologi, al-abtar berasal dari kata batira yang artinya terputus, terpotong. Dalam kultur Arab Jahiliyah, al-abtar adalah sebutan bagi seorang ayah yang anak laki-lakinya wafat ketika masih kecil atau hanya memiliki anak perempuan. Tidak memiliki anak laki-laki atau ada anak laki-laki tetapi wafat sejak masih kecil, berarti namanya terputus dari “akta” nasab kelak jika ia punya cucu.
       Inilah yang terjadi pada diri Nabi. Ibrahim dan Qasim merupakan dua putra Nabi yang wafat sejak masih balita. Nabi sedih? Ya, sebagai ayah dan manusia biasa Beliau merasa sedih terlebih kafirin Jahiliyah menstigma al-abtar kepadanya.
       Gambaran al-abtar jelasnya begini, Nabi memiliki cucu yang namanya Hasan dan Husain dari Fatimah (putri Nabi) dan Ali (putra Abdul Muthalib). Ketika diruntut silsilah nasabnya, maka nama Nabi tidak tersebut. Dalam silsilahnya: Hasan bin Ali bin Abdul Muthalib. Tidak begini: Hasan bin Fatimah binti Muhammad. Nama Nabi Muhammad tidak tertulis, terputus oleh menantunya. Inilah gambaran al-abtar yang dialamatkan masyarakat Quraisy kepada Nabi.
       Saat-saat Nabi merasa sedih, Allah memberikan motivasi dengan turunnya Surat al-Kautsar. Kandungannya sendiri menegaskan bahwa Nabi saw. dikaruniai nikmat yang sangat banyak sehingga tak pantaslah Beliau bersedih hati dalam limpahan nikmat. Di akhir surat pun ditegaskan bahwa bukan Beliau yang al-abtar itu, melainkan mereka yang membenci dan menghina Beliau. Karena, al-abtar perspektif Allah tidak sama dengan al-abtar menurut masyarakat Quraisy.
       Untuk lebih jelasnya, mari kita ungkap tafsir Surat al-Kautsar.

Ayat #1
Nimat itu Melimpah Ruah

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
“Sesungguhnya Kami memberimu (Muhammad) nikmat yang sangat banyak”

Dalam ayat pertama ini, Allah menegaskan dengan menggunakan huruf taukid (penguat) إِنَّ (sesungguhnya, benar-benar) bahwa Nabi saw. dianugerahi al-kautsar yang dalam al-Quran terjemahan Departemen Agama diartikan dengan nikmat yang banyak.
       Makna al-kautsar cukup beragam. Nabi sendiri mengungkapkan dalam hadits riwayat Imam Muslim, Ahmad, Abu Daud dan an-Nasa`i, bahwa al-kautsar adalah sungai atau telaga di surga yang begitu banyak kebaikannya. Umat Nabi yang berhasil meminum air telaga al-kautsar tersebut tidak akan haus selamanya dan dipastikan akan menjadi penduduk surga.
       Dalam tafsir al-Qurthubiy, ada 16 interpretasi atau penafsiran mengenai al-kautsar ini. Antara lain: sungai di surga sebagaimana hadits Nabi, telaga di surga sebagaimana pula hadits Nabi, kenabian, al-Quran, Islam, mudahnya syariat, banyaknya sahabat, umat dan loyalist (pendukung); itsar (mendahulukan kepentingan orang lain dalam urusan dunia), nama yang terhormat, cahaya di dalam hati Nabi, syafaat, mukjizat, kalimat tahlil, pemahaman sempurna terhadap agama, shalat lima waktu, dan urusan yang agung (nikmat dunia-akhirat, pahala, surga).
       Untuk menyimpulkan beragam interpretasi tersebut, Imam as-Sadiy dalam tafsirnya, Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, menjelaskan bahwa al-Kautsar adalah:
اَلْخَيْرُ الْكَثِيْرُ وَالْفَضْلُ الْغَزِيْرُ
“Kebaikan yang banyak dan karunia yang melimpah ruah”.
       Dikuatkan oleh pendapat Imam al-Razi dalam tafsirnya:
اَلْخَيْرُ الْكَثِيْرُ فِى الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ
“Kebaikan yang banyak dalam urusa dunia dan agama”.
       Kata al-kautsar itu sendiri berasal dari kata katsura yang artinya banyak. Kemudian masuk kepada wazan (pola) fau’ala yufau’ilu fau’alatan menjadi kautsara yukautsiru kautsaratan. Bentuk kautsara ini merupakan bentuk mubalaghah yakni bentuk yang menyatakan lebih atau sangat. Sehingga, katsura artinya banyak; kautsara artinya lebih atau sangat banyak.
       Di masyaakat Arab sendiri kata untuk melambangkan sesuatu yang sangat banyak adalah kata al-kautsar. Sufyan menuturkan:
قِيْلَ لِعَجُوْزٍ رَجَعَ ابْنُهَا مِنَ السَّفَرِ بِمَ آبَ ابْنُكِ؟ قَالَتْ بِكَوْثَرٍ أَيْ بِمَالٍ كَثِيْرٍ
“Jika ditanyakan kepada seorang nenek yang anaknya telah pulang dari bepergian, ‘Membawa apa anakmu, Nek?’ Ia menjawab, ‘Membawa al-kautsar’. Yakni, harta yang sangat banyak.”.
       Nah, dari penjelasan-penjelasan di muka, Nabi sebenarnya tidak usah menghiraukan stigma al-abtar dari masyarakat Jahiliyah Quraisy. Karena, Nabi telah diangerahi al-kautsar oleh Allah, nikmat yang sangat banyak. Pantasnya, bersyukur kepada Allah SWT atas al-kautsar tersebut. Maka, sebagai perintah syukur Allah menegaskan dalam ayat selanjutnya.
       Meskipun ayat ini khithab atau komunikannya Nabi Muhammad, tetapi esensinya ayat ini berbicara kepada kita juga. Artinya, kita pun diberi al-kautsar (nikmat yang sangat banyak) oleh Allah. Apa saja? Banyak sekali! Tidak bisa kita hitung sebanyak apa nikmat dari Allah untuk kita. Namun, untuk mengukur silahkan Anda tengok tubuh Anda. Tubuh Anda, lengkap dengan perangkat-perangkatnya, merupakan nikmat dan kekayaan yang sangat berharga. Jadi, tidak usalah melihat al-kautsar itu keluar diri kita: harta, jabatan, pekerjaan, strata, pendidikan, dll..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar